http://izakiimuh.wordpress.com
|
http://sulastama.wordpress.com |
Aneku lelendaya
Lembata Tana Luwu
Njairi amadago
Kupampa lindo mao
Mau bemaramba
Uepa i tananya
Rodomo ine papa
Kuode kupotowe
Lembata Tana Luwu
Artinya:
Selalu ku kenang
Negeriku Tana Luwu
Yang indah dan permai
Selalu terbayang di
mukaku
Biar aku pergi jauh
Selalu ku kenang jua
Di sanalah tinggal
ibu bapakku
Yang selalu
kurindukan
Negeriku Tana Luwu
Aku
adalah laki-laki asli blasteran Luwu-Enrekang, sering memutar sayup lagu yang
diciptakan oleh NN tersebut, ketika lagi trenyuh ataupun teringat pada orang
tua di perantauan. Bahkan, para sahabatku diaspora dari seluruh nusantara yang telah bertahun-tahun
bermukim di Luwu, juga tidak asing dengan lagu ini. Musik memiliki cita rasa universal
yang kosmopolit melewati batas teritorial, suku, ras, bahkan agama sekalipun. Inilah
yang oleh para filosof disebut dengan philosophia
perennis (Schuon, 1975) yang menempatkan seluruh eksistensi di dunia ini,
sebagai wujud yang berserak dari Realitas Mutlak.
Melalui perangkat Android, aku
berselancar, menemukan tulisan dari salah seorang Blogger Tana Luwu, Sahrial
Pirham, salam kenal Kanda!. Sebait kalimat menarik perhatianku… “Lalebbata sebagai sepotong sudut kota
Bandung yang jatuh di Palopo”. Aku membuka laptop, otak memberikan
instruksi jari-jariku menekan keybord, merangkai kata dalam kalimat tentang
Palopo. Diakui atau tidak, pembangunan insfrastruktur kota Palopo saat ini mengalami
peningkatan yang sangat signifikan. Dasar pembangunan diletakkan oleh H.P.A. Tenriadjeng-Saruman
di tahun 2003-2008, dilanjutkan H.P.A. Tenriadjeng-Rahmat Masri Bandaso pada
tahun 2008-2013. Saat ini, Palopo
dipimpin duet Judas Amir-Ahmad Syarifuddin Daud sejak 2013 yang lalu, dan akan
berakhir pada tahun 2018. Pada periode ini, pembangunan insfrastruktur menjadi
nilai plus dalam meretas kesenjangan, juga memegang peranan penting sebagai
salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Secara filosofis, ada dua
situs yang menjadi dasar dan pilar pembangunan di kota ini. Pertama, Istana Kedatuan Luwu sebagai
simbol kesuksesan politik adiluhung mengakomodasi kearifan lokal dan nilai
luhur nenek moyang yang sudah ribuan tahun melegenda. Kearifan Lokal (Local Wisdom) oleh Quaritch Wales dimaknai
sebagai produk budaya masa lalu yang patut dijadikan pegangan hidup. Meskipun
lokal, tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap universal. Kedua, masjid Jami’ Tua simbol dari
religiusitas masyarakat yang berdiri sejak tahun 1604 Masehi, menjadi ikon yang
kerap disinggahi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Kedua ikon inilah
yang dirangkum dalam sepenggal kalimat filosofis oleh Allahuyarham Sanusi Dg. Matata dalam bukunya Luwu dalam Revolusi “Patuppui
ri ada’E, Pasandre’i ri Syara’E” maknanya, “tumpuannya adat istiadat,
sandarannya sendi agama”.
Pangkep, Warung Kapurung, Warung Minang, Gerobak Ketoprak Jakarta, dan Lontong Sayur Jawa Tengah. Di depan SMA Negeri 3 Palopo, beberapa gerobak penjual Bubur Ayam Bandung, nasi Kucing khas Jogja, gorengan, dan kuliner lainnya. Warga lokal dan para diaspora mengejar laba dari perdagangan kecil dan menengah. Dagangan mereka tak pernah sepi, bahkan beberapa diantaranya sudah menerapkan daftar antrian karena padatnya pembeli.
Data statistik kota Palopo tahun 2016, terdapat 243 pedagang besar, 680 pedagang menengah, dan 5.930 pedagang kecil. Pergerakan ekonomi, dapat dilihat dari menjamurnya pedagang, retail, bahkan semua perusahaan pembiayaan tersedia. Indikator sederhana ini, adalah mata rantai dari semakin membaiknya infrastruktur, beririsan dengan pelayanan publik, dan berdampak pada peningkatan perekonomian warga kota ini.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 mencapai 6,48% dengan pendapatan perkapita 31,5 juta rupiah. Pedagang besar dan eceran menyumbang 22,05% kepada PDRB kota Palopo. Geliat ekonomi, berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Data BPS menunjukkan, angka kemiskinan di kota Palopo tahun 2010 16.800 (11,25 %), 2011 sebanyak 15.300 (10.22 %), tahun 2012 sebanyak 14.900 (9,47), tahun 2013 sebanyak 15.500 (9,57 %), tahun 2014 sebanyak 14.590 (8,80 %).
Keberhasilan
pembangunan Palopo di semua bidang, dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) yang mengukur harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup. IPM digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah kota adalah kota yang maju, berkembang atau terbelakang. IPM juga mengukur pengaruh dari
kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Data BPS menunjukkan, IPM kota
Palopo tahun 2010 (73,03); 2011 (74,02); 2012 (74.54); 2013 (75,02); 2014
(75.65); dan 2015 (76.27). Jika dilihat dari data tahun 2015, maka kota Palopo
berada pada tiga besar peringkat IPM di Sulawesi Selatan setelah kota Makassar
dan Pare-Pare. Last but not least,
Kurusumange’ para pemimpinku, renungi
pesan Tuhan dalam kerjamu “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu” (QS. At-Taubah: 105). (#BloggerTanaLuwu)
Palopo, 28 Agustus 2017
Muhammad Andi Sugandi, SE
Muhammad Andi Sugandi, SE
No comments:
Post a Comment